JalurDua.Com, Jakarta – Kementerian Kesehatan menilai, kondisi pandemi Covid-19 yang berdampak negatif ke berbagai dimensi kehidupan perlu mendapatkan intervensi pemerintah dalam penanganannya melalui upaya-upaya yang relevan dan sejalan dengan program pemulihan kesehatan maupun ekonomi.
Menurut Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Ekonomi, dr Mohammad Subuh, apabila terjadi peristiwa global public health, seperti pandemi COVID-19 ini, maka negara harus mengantisipasi potensi penyebaran virus dan pengedalian penyakit.
“Permasalahan ini telah menimbulkan berbagai efek, pertama tentu kita berhadapan dengan masalah kesehatan, kedua perekonomian. Saya melihat keamanan juga sudah mulai terganggu,” ucap Subuh dalam dialog bertema Pencegahan dan Pengobatan yang digelar Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), seperti dikutip di Jakarta, Minggu (20/12).
Dari sisi ekonomi, dia mengatakan bahwa kondisi pandemi Covid-19 harus dikendalikan, karena sumber daya di bidang kesehatan maupun anggaran pemerintah juga terbatas. “Saya kira pemerintah kita sudah all out. Dari sektor kesehatan dananya begitu besar, stimulus perekonomian juga dananya besar. Tujuannya satu, ingin menyehatkan individu, karena kalau individu sehat akan membuat produktivitas meningkat,” paparnya.
Perawatan pasien COVID-19 diketahui menelan biaya besar, rata-rata Rp184 juta per orang. Perawatan yang mahal ini karena memerlukan perawatan secara khusus, “Kalau memerlukan perawatan, misalnya ICU itu satu hari Rp15 juta, apalagi menggunakan ventilator. Kemudian apabila ada penyakit penyerta, ditambah lagi rata-ratanya menjadi Rp17 juta per hari. Kondisi inilah yang harus dihindari, semua biaya saat ini tanggung jawab negara,” jelasnya.
Pada ilmu ekonomi kesehatan, kata dia, dikenal istilah externality, dan vaksin termasuk dalam externality positif. “Nilai externality pada vaksin ini sangat besar, karena saat menerima vaksin, tidak hanya melindungi diri sendiri, tetapi juga orang lain. Seperti faktor externality pada lampu jalan, ketika terpasang pencahayaan di jalan, kejahatan menurun dan kecelakaan terhindarkan. Dalam bidang kesehatan faktor externality positif adalah upaya-upaya pencegahan, yakni perlindungan spesifik adalah imunisasi,” tuturnya.
Subuh menegaskan, individu perlu menyadari bahwa kesehatan mereka adalah aset terpenting dan harus menyadari kesehatan adalah investasi jangka panjang. Menjawab keraguan sebagian masyarakat mengenai vaksin Subuh menjelaskan bahwa selama ini 1.620 relawan yang melakukan uji klinik vaksin COVID-19 Fase III di Bandung tidak menemui kendala yang berarti.
Kemudian pemerintah juga akan mendatangkan vaksin dari luar negeri yang sudah selesai melakukan uji klinik Fase III. “Yang juga penting digarisbawahi adalah, pemerintah sudah melakukan simulasi, sebagai bentuk uji coba untuk menimbulkan kepercayaan. Di Bogor, presiden terlibat langsung dalam simulasi, di Kerawang oleh wakil presiden. Artinya, pemerintah sangat serius,” katanya.
Saat vaksin dari luar negeri tiba, lanjut Subuh, program vaksinasi perlu mendapatkan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). “Negara memiliki kewenang tersendiri dan otorisasi mandiri untuk memberikan izin peredaran suatu obat, tetapi tentu mengedepankan azas kehati-hatian mempertimbangkan keamanan, efektivitas dan kehalalannya,” ungkapnya.
Dia mengingatkan, upaya pemulihan kesehatan dan ekonomi bisa dilakukan dengan menjaga budaya memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak (3M), karena tanpa upaya ini akan sulit memulihkan ekonomi Indonesia. “Bagi masyarakat, tidak perlu ragu saat vaksin datang. Pasti sudah dijamin oleh proses yang memastikan keamanan dan efektivitasnya,” ujar Subuh. (*)